Kaidah Pantun
Pertemuan : 14
Moderator :
Ibu Lely Suryani, S. Pd., SD
Nara
Sumber : Bpk.
Miftahul Hadi, S. Pd
Tema : Kaidah Pantun
Assalamu’alaikum Teman-teman
Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang 27 kali ini sudah mencapai pertemuan ke 14 Kelas. kali ini yang bertugas sebagai moderator adalah Ibu Lely Suryani, S. Pd., SD.
Narasumber pada kesempatan kali ini adalah Bpk. Miftahul Hadi, S. Pd. Beliau adalah seorang Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Raji Demak. Beliau tinggal di Demak Jawa Tengah, yang hobi menulis pantun. Beliau juga Almuni kelas Belajar Menulis angkatan 17. Beliau sudah banyak melahirkan buku-buku pantun baik antologi maupun solo.
Materi yang disampaikan oleh nara sumber pada kali ini adalah tentang Kaidah Pantun
Lihat bunga dihalaman
Sambil lihat mawar berduri
Mari
semua teman-teman
Kita simak
resume berikut ini
Teman-teman
Mungkin saat teman-teman berkumpul dengan kawan ataupun saudara, saat asik mengobrol disisipi pantun atau teman kita tiba-tiba membuat pantun dan membuat suasana menjadi ramai dan hidup?. Pantun memang bagi sebagian besar orang dapat merubah suasana maupun saat dalam acara atau kegiatan ada sisipi pantun sehingga acara tersebut menjadi hidup. Tahukah teman-teman bahwa pantun ang sering kita ucapkan itu merupakan suatu kekayaan seni verbal yang terdapat di Indonesia. Bahkan pantun ini sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda loh.
“Masak
aer biar mateng!”
“Cakep!”
Mungkin teman-teman tidak asing dengan pantun di atas, yang sering dibawakan oleh seorang komedian di salah satu televisi swasta dalam suatu acara.
”
Dua, tiga katak berlari…”
Atau mungkin sebuah pantun diatas, yang bagi anak-anak, sosok yang bernama Jarjit di serial Upin-Ipin juga sering berpantun dengan teman-temannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pantun ialah suatu bentuk puisi Indonesia “melayu”, tiap bait “kuplet” terdiri dari sebuah empat baris yang bersajak “a-b-a-b”, pada tiap larik biasanya terdiri atas sebuah empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk suatu tumpuan “sampiran” saja sedangkan pada baris ketiga dan keempat ialah isi; pribahasa sindiran.
Nara
sumber yang kebetulan ahli berpantun, menjelaskan mengapa Beliau suka dan cinta
terhadap pantun. Beliau menjelaskan karena dalam menulis pantun dibutuhkan
ketelitian untuk memilih diksi, tidak asal jadi. Jadi harus dipikirkan terlebih
dahulu, mana kata yang pas dan sesuai. Sehingga indah dibaca atau didengar.
Pantun memang identik dengan suku melayu, namun ditiap-tiap daerah di Indonesia juga memiliki pantun.
Sebagai contoh di Mandailing, Sumatera Utara, dikenal dengan sebutan ende-ende.
Molo
mandurung ho dipabu,
Tampul
si mardulang-dulang,
Molo
malungun ho diahu,
Tatap sirumondang bulan.
Yang artinya seperti ini :
Jika
tuan mencari paku,
Petiklah
daun sidulang-dulang,
Jika
tuan rindukan daku,
Pandanglah
sang rembulan.
Atau ada juga yang berasal dari Sunda yang dikenal dengan paparikan.
Sing
getol nginam jajamu,
Ambeh
jadi kuat urat,
Sing
getol naengan elmu,
Gunana Dunya akhirat
Yang artinya seperti ini :
Rajinlah
minum jamu,
Agar
kuatlah urat,
Rajinlah
menuntut ilmu,
Bagi dunia akhirat.
Nara sumber menjelaskan lagi, pada awalnya pantun merupakan tradisi lisan. Seiring berkembangnya waktu, maka pantun "naik kelas". Tidak hanya dituturkan saja dalam kehidupan sehari-hari, pantun kemudian dibukukan, dilombakan dalam berbagai event, serta diselipkan pada tiap kegiatan. Atas kerja keras tersebut pada tanggal 17 Desember 2020 lalu, UNESCO mengakui pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda.
Pantun berasal dari akar kata "Tun" yang bermakna baris atau deret. Asal kata pantun dalam masyarakat Minangkabau dan Melayu diartikan sebagai "pantun". Oleh masyarakat Riau disebut sebagai tunjuk ajar yang berkaitan dengan etika. (Mu'jizah, 2019).
Ciri-ciri
serta kaedah dalam membuat pantun :
- Satu
bait terdiri dari 4 baris
- Satu abris terdiri dari empat sampai lima kata
- Satu
baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata
- Bersajak
a-b-a-b
- Baris
pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
- Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Berikut
perbedaan pantun dengan karya sastra lain
Perbedaan pantun dengan syair adalah kalau pantun, antara baris satu dan dua tidak ada hubungannya dengan baris tiga dan empat. Jadi sampiran dan isi berdiri sendiri. Sedangkan syair baris satu sampai empat saling berhubungan. Lalu ada lagi yang namanya gurindam. Yaitu jumlah barisnya juga ada dua. Antar baris satu dengan baris dua saling berhubungan (sebab akibat).
Contoh
syair :
Belajar
mengaji harus semangat,
Tekun
rajin sabar dan giat,
Agar
ilmu mudah didapat,
Selamat dunia juga akhirat.
Contoh
gurindam :
Jika
selalu berdoa dan dzikir,
Ringan
melangkah jernih berpikir.
Cara
mudah membuat pantun dengan cepat :
- Memahami
kaedah serta ciri-ciri pantun
- Menguasai
perbendaharaan kata-kata
- Menulis
sampiran pantun
- Menulis
isi pantun
Yang
perlu dihindari dalam membuat pantun adalah :
- Hindari
penggunaan nama orang dalam membuat pantun.
- Hindari
penggunaan nama merk dagang.
- Hindari pengulangan kata di tiap barisnya.
Untuk
mengakhiri kelas pada kali ini nara sumber menutupnya dengan sebuah pantun :
Kain
katun hias permata,
Jadikan
kebaya jahitlah sendiri,
Mari
berpantun merangkai kata,
Lestari budaya Marwah negeri.
Jadi jangan ragu ya teman-teman untuk mempelajari dan membuat pantun. Kita yakin pasti kita bisa. Disamping itu juga kita bisa mempelajari maknanya. Serta jangan ragu untuk menggunakan pantun dalam berkomunikasi menggunakan pantun. Dengan begitu maka kita telah memelihara budaya leluhur kita.
Semoga bermanfaat
Salam
hangat penuh semangat
Mantap
BalasHapusTerima kasih
HapusWow, resume yang lengkap dan luar biasa. Terima kasih bapak. Semangat berkarya, semangat menginspirasi.
BalasHapusTerima kasih Pak, semangat terus
HapusMantaap niih, bungkus jadi buku solo
BalasHapusSiap Bu Mentorku, mohon bimbingan
Hapus