Kamis, 22 September 2022


 

Kaidah Pantun 


Pertemuan                : 14

Moderator                  : Ibu Lely Suryani, S. Pd., SD

Nara Sumber             : Bpk. Miftahul Hadi, S. Pd

Tema                          : Kaidah Pantun

 

 

Assalamu’alaikum Teman-teman

Kelas Belajar Menulis PGRI Gelombang 27 kali ini sudah mencapai pertemuan ke 14 Kelas. kali ini yang bertugas sebagai moderator adalah Ibu Lely Suryani, S. Pd., SD.

Narasumber pada kesempatan kali ini adalah Bpk. Miftahul Hadi, S. Pd. Beliau adalah seorang Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Raji Demak. Beliau tinggal di Demak Jawa Tengah, yang hobi menulis pantun. Beliau juga Almuni kelas Belajar Menulis angkatan 17. Beliau sudah banyak melahirkan buku-buku pantun baik antologi maupun solo.

Materi yang disampaikan oleh nara sumber pada kali ini adalah tentang Kaidah Pantun

Lihat bunga dihalaman

Sambil lihat mawar berduri

Mari semua teman-teman

Kita simak resume berikut ini

 

Teman-teman

Mungkin saat teman-teman berkumpul dengan kawan ataupun saudara, saat asik mengobrol disisipi pantun atau teman kita tiba-tiba membuat pantun dan membuat suasana menjadi ramai dan hidup?. Pantun memang bagi sebagian besar orang dapat merubah suasana maupun saat dalam acara atau kegiatan ada sisipi pantun sehingga acara tersebut menjadi hidup. Tahukah teman-teman bahwa pantun ang sering kita ucapkan itu merupakan suatu kekayaan seni verbal yang terdapat di Indonesia. Bahkan pantun ini sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda loh. 

“Masak aer biar mateng!”

“Cakep!”

Mungkin teman-teman tidak asing dengan pantun di atas, yang sering dibawakan oleh seorang komedian di salah satu televisi swasta dalam suatu acara.

” Dua, tiga katak berlari…”

Atau mungkin sebuah pantun diatas, yang bagi anak-anak, sosok yang bernama Jarjit di serial Upin-Ipin juga sering berpantun dengan teman-temannya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pantun ialah suatu bentuk puisi Indonesia “melayu”, tiap bait “kuplet” terdiri dari sebuah empat baris yang bersajak “a-b-a-b”, pada tiap larik biasanya terdiri atas sebuah empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk suatu tumpuan “sampiran” saja sedangkan pada baris ketiga dan keempat ialah isi; pribahasa sindiran.

Nara sumber yang kebetulan ahli berpantun, menjelaskan mengapa Beliau suka dan cinta terhadap pantun. Beliau menjelaskan karena dalam menulis pantun dibutuhkan ketelitian untuk memilih diksi, tidak asal jadi. Jadi harus dipikirkan terlebih dahulu, mana kata yang pas dan sesuai. Sehingga indah dibaca atau didengar.

Pantun memang identik dengan suku melayu, namun ditiap-tiap daerah di Indonesia juga memiliki pantun.

Sebagai contoh di Mandailing, Sumatera Utara, dikenal dengan sebutan ende-ende.

Molo mandurung ho dipabu,

Tampul si mardulang-dulang,

Molo malungun ho diahu,

Tatap sirumondang bulan.

Yang artinya seperti ini :

Jika tuan mencari paku,

Petiklah daun sidulang-dulang,

Jika tuan rindukan daku,

Pandanglah sang rembulan.

 

Atau ada juga yang berasal dari Sunda yang dikenal dengan paparikan.

Sing getol nginam jajamu,

Ambeh jadi kuat urat,

Sing getol naengan elmu,

Gunana Dunya akhirat

Yang artinya seperti ini :

Rajinlah minum jamu,

Agar kuatlah urat,

Rajinlah menuntut ilmu,

Bagi dunia akhirat.


Nara sumber menjelaskan lagi, pada awalnya pantun merupakan tradisi lisan. Seiring berkembangnya waktu, maka pantun "naik kelas". Tidak hanya dituturkan saja dalam kehidupan sehari-hari, pantun kemudian dibukukan, dilombakan dalam berbagai event, serta diselipkan pada tiap kegiatan. Atas kerja keras tersebut pada tanggal 17 Desember 2020 lalu, UNESCO mengakui pantun Indonesia sebagai warisan budaya tak benda.

Pantun berasal dari akar kata "Tun" yang bermakna baris atau deret. Asal kata pantun dalam masyarakat Minangkabau dan Melayu diartikan sebagai "pantun". Oleh masyarakat Riau disebut sebagai tunjuk ajar yang berkaitan dengan etika. (Mu'jizah, 2019).

Ciri-ciri serta kaedah dalam membuat pantun :

  1. Satu bait terdiri dari 4 baris
  2. Satu abris terdiri dari empat sampai lima kata
  3. Satu baris terdiri dari delapan sampai dua belas suku kata
  4. Bersajak a-b-a-b
  5. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
  6. Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud


Berikut perbedaan pantun dengan karya sastra lain



Perbedaan pantun dengan syair adalah kalau pantun, antara baris satu dan dua tidak ada hubungannya dengan baris tiga dan empat. Jadi sampiran dan isi berdiri sendiri. Sedangkan syair baris satu sampai empat saling berhubungan. Lalu ada lagi yang namanya gurindam. Yaitu jumlah barisnya juga ada dua. Antar baris satu dengan baris dua saling berhubungan (sebab akibat). 

Contoh syair :

Belajar mengaji harus semangat,

Tekun rajin sabar dan giat,

Agar ilmu mudah didapat,

Selamat dunia juga akhirat.

Contoh gurindam :

Jika selalu berdoa dan dzikir,

Ringan melangkah jernih berpikir.

 

Cara mudah membuat pantun dengan cepat :

  1. Memahami kaedah serta ciri-ciri pantun
  2. Menguasai perbendaharaan kata-kata
  3. Menulis sampiran pantun
  4. Menulis isi pantun



Yang perlu dihindari dalam membuat pantun adalah :

  1. Hindari penggunaan nama orang dalam membuat pantun.
  2. Hindari penggunaan nama merk dagang.
  3. Hindari pengulangan kata di tiap barisnya.

Untuk mengakhiri kelas pada kali ini nara sumber menutupnya dengan sebuah pantun :

Kain katun hias permata,

Jadikan kebaya jahitlah sendiri,

Mari berpantun merangkai kata,

Lestari budaya Marwah negeri.

Jadi jangan ragu ya teman-teman untuk mempelajari dan membuat pantun. Kita yakin pasti kita bisa. Disamping itu juga kita bisa mempelajari maknanya. Serta jangan ragu untuk menggunakan pantun dalam berkomunikasi menggunakan pantun. Dengan begitu maka kita telah memelihara budaya leluhur kita.

Semoga bermanfaat

Salam hangat penuh semangat


6 komentar:

  Persiapan Menjelang Liburan   Assalamualaikum... Hai Teman-teman... Beberapa saat lagi kita akan memasuki masa liburan, liburan kali...